Ide Pokok : Muncikari – Semang – Girik
Tinggal duduk cantik. Memberikan girik. Tombol ku klik. Lalu mengulanginya lagi. Hampir mirip dengan dahulu. Tidur berpakaian minim, wajah olesi krim, dan sedikit desahan intim. Mengulanginya lagi dan lagi. Sampai habis stok para lalim.
Tapi sekarang sungguh beda. Aku bisa lepas menyampaikan senyum setulusnya. Dan sesekali berbincang dengan mereka, para pelanggan. “Ada hadiah mas bagi yang bisa menemukan ‘kata emas’. Dan semuanya ingin bisa melihat seluruh taman ini.” Jelasku pada pria di hadapan yang terus diseret ceweknya.
Bianglala ini sudah seperti ritual wajib. Bukan hanya bagi mereka yang baru putus. Melainkan juga karena hadiah besar untuk penemu ‘kata emas’ - Serangkaian huruf emas yang tersebar di seluruh taman. Karena itulah bianglala jadi wisata paling ramai.
Akhirnya lelaki itu hampir sampai puncak. Tepat di ujung, bianglala berhenti. Semua teriak. Memang sudah niatku. Bukan dengannya, namun sampingnya. Di tempat sebebas ini, aku masih harus sembunyi. Kubiarkan saja mereka selama mungkin di sana. Teman sialan!
Aku dijadikannya anak semang. Hanya untuk foya-foyanya? Mati panik sana di ketinggian. Sampai sepuluh menit pun tak segera kujalankan. Biar sudah, semua marah padaku. Ubun-ubun sudah mengalahkan terik matahari.
0 comments:
Post a Comment