Resolusi (bukan) Polusi

Diluar sana sedang terjadi polusi. Polusi kendaraan dan polusi suara. Sumpah bising banget. Saya cuma kasihan sama bapak yang mirip Meggi Z, sedang sakit gigi. Atau yang mirip saya, sedang sakit hati. Ciee, wkwkwk. Ramenya minta ampun entah dijalan dirumah di warung. Dimana saja rame jelang tahun baru ini, padahal angkanya gak cantik 20(13). 

Sementara itu disini, di sudut kamar kecil kesepian meratapi nasib yang gak bisa pulang kampung akibat serbuan tugas dan UAS. Iya ini Brawijaya yang UASnya bertepatan dengan liburan. Tak apa sih, yang susah itu tugasnya jelang UAS yang bikin kite-kite gak bisa nyante. Tapi untung sekarang sudah selesai semua.

Besok sudah 2013 yang berarti umur semakin nambah. Susah, banyak yang belum terambah. Apalagi kesepian seperti ini, tak ada yang menemani. Cukup secangkir kopi bareng roti isi untuk mengganjal isi hati yang belum terisi. Aaah mungkin aku harus berjanji untuk segera merubah diri menjadi pejuang sejati yang tak kenal henti mencari istri. :D wkwkwk. Maksudnya mencari uang buat melanglang ke atas awan. Menerjang wawan yang sering menghadang, apalagi perawan.

Jadi tahun 2013 nanti harus segera berbenah diri supaya mandiri dan segera menggenapkan diri tentunya dengan ridho Illahi. :)

Cukup sekian dan terima kasih. Selamat berolahraga menyambut cita-cita baru.

Futur

Saya akhir-akhir ini sering merasakan suntuk, malas, penat. Dan setiap mengerjakan apapun merasa tidak nyaman. Bahkan makanpun serasa ada ganjalan di hati. Entah apa itu.

Kata teman sih futur atau turun semangat. Kenapa bisa begitu? saya juga kurang paham. Yang jelas semuanya tak ada gairah. Ketika sholat serasa sepi. Seperti ada yang mengejar, padahal jika di tulis dan di kroscek kembali mungkin cuma satu atau dua tugas yang belum terselesaikan. Akan tetapi menimbulkan efek yang berlebih. Ya gelisah itu tadi.

Akhirnya saya diketemukan dengan buku "Pengobatan Komprehensif Penyakit Hati" karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Alhamdulillah bisa diketemukan dengan buku ini. Di awal pengawalnya buku ini membahas tentang berbagai penyakit hati serta obatnya. Karena setiap penyakit pasti ada obatnya, kecuali ketuaan. Dari sini serta dikaitkan dengan masalah tadi saya membagi permasalahan ini menjadi dua tahap. Yang pertama tahap dimana masalah-masalah yang dihadapi cukup masalah duniawi, seperti tugas, konflik dengan teman, kecelakaan, dan sebagainya. Lalu tahap kedua adalah permasalahan ruhani, yang sudah pasti berpengaruh ke masalah duniawi sehingga merasa gelisah, resah, gundah seperti tadi.

Untuk masalah duniawi kita cukup mengerjakannya akan selesai dengan sendirinya. Jika banyak tinggal me-manage dengan baik, ditentukan skala prioritas, lalu dikerjakan. Cukup itu saja.

Untuk detail introspeksi kita pada tahap satu, kalau saya menggunakan konsep seperti ini.
   1. list permasalahan
   2. fikirkan prioritas
   3. pisahkan menurut prioritas
   4. jalankan atau selesaikan satu persatu masalah (ingat saat menyelesaikan masalah satu, jangan memikirkan masalah kedua dahulu)
   5. setelah masalah pertama selesai, jangan lupa tulis note untuk masalah itu. agar mudah ketika menghadapi masalah yang serupa.
   6. lanjut ke problem selanjutnya.
   7. setelah semua selesai, jangan lupa membuat list agenda dan prioritas untuk hari esok.
Namun hal diatas hanya sebatas teknis, dan saya kira masing-masing individu memiliki caranya sendiri.

Pada permasalahan tahap kedua ini membutuhkan introspeksi yang lebih dalam lagi, karena ini pengaruh dari ruhani kita. Kemungkinan terbesar dari permasalahan-permasalahan saya yang menyangkut hati adalah dosa. Dosa yang menutupi hati. Sehingga tampak gelap, kelam.
Rosulullah bersabda "inna likulli syai'in tsoqola, wainna tsoqolatal qulub dzikrullah..."
"Sesungguhnya segala sesuatu ada pembersihnya, dan pembersih hati adalah dzikrullah..."
Dzikrullah disini adalah mengingat Allah, mendekatkan diri kepada Allah. Jadi memang berat untuk mengawali, akan tetapi inilah gerbangnya untuk mengatasi masalah ini. Dengan setahap demi setahap kita mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga alasan kembali ke jalan yang buruk seperti sebelumnya lebih tertutup. Kenapa? karena jika kita berubah secara ekstrem. Misal langsung tahajud tiap hari, puasa Daud, tlawah dua juz tiap hari. Perubahan yang ekstrem seperti diatas tak selang lama akan membuat bosan yang akhirnya membuat kita malas ibadah lagi. Jadi ayok bareng-bareng perlahan-lahan mendekatkan diri kepada Allah. Karena Allah lah segalanya bagi kita.

Billahi taufiq wal hidayah wal inayah.

Kerinduan


kukira menahan rindu itu mudah
kukira menahan cinta itu gampang

Tak kusangka
ketika rindu menggebu
ketika cinta tergali
perih mulai tumbuh
tumbuh beserta segala kerinduan
muncul menyertai cinta yang menanti labuhannya

Tak kusangka
Kekarnya badan ini
Kuatnya otak ini
tetap layu tunduk
dibawah kerinduan yang menggebu


TEAM?


Team?
Apa itu?

Manusia yg saling berkumpul kah? Atau sebatas organisasi yang sering kia temui?
Benar semua, orang – orang yang saling berkumpul dan membuat suatu kesatuan baik itu berupa organisasi, forum, komunitas, atau disebut dengan kata yang lainnya, itulah team.

Lalu kenapa kita membutuhkan team? Saya teringat dengan salah satu dorama jepang “TMD”, yang mengajarkan segala hal tentang team. Mulai hal yang terkecil sampai hal yang paling penting. Jikalau kita hidup dilahirkan secara sendiri dan dan matipun nanti pasti sendiri, tapi walaupun kita terlahir sendiri, namun masih ada orang tua yang menjadi cikal bakal kita. Masih ada proses yang lama sebelumnya yang menjadikan kita bayi mungil yang didamba-dambakan orang tua, atau paling tidak diridhoi Allah untuk menjadi pemimpin di dunia. Bukankah ridho Allah itu yang selalu kita cari dan harap?

...

Jadi TEAM itu seni tentang hati, posisi, fikiran, serta badan. Yang kesemuanya itu berpadu menjadikan keselarasan antara makhluk hidup satu dengan yang lainnya.

Kisah Sang Pangeran Komik(us)



“Kitab ini akan kujaga, baik fisik maupun batin”

Kerajaan Komikus, dimana wayang dan dongeng menjadi pokok utama. Pokok dalam setiap sendi kehidupan. Tentang ideology, tentang semangat, tentang budi luhur, tentang bakti semua terdefinisi dalam dua hal tersebut. Wayang dan dongeng.

Terletak di kerajaan tersebut seorang Pangeran terlahir kembali setelah pertapaannya yang cukup lama. Mempunyai sebuah misi. Misi yang tertulis dalam kitab suci, selebar daun kelor, setebal itu pula. Kitab suci yang berisi tuntunan hidup. Tuntunan yang hanya dirinya yang bisa membacanya.

Di dalam kitab tersebut tercantum salah satu mantra yang bernama “FLP”. Entah kenapa mantra itu begitu memukau, begitu menggiurkan mata Pangeran. Sehingga salah satu misi Pangeran ini adalah mewujudkan janji yang telah ditunjukkan kitab itu.

Namun jalan untuk memecahkan teka-teki mantra tersebut belum ada satupun yang manjur. Putus asa, Pangeran berjalan menyisir perkampungan, melihat indahnya taman yang masih asri, sekaligus melihat Asri-Asri yang ada di taman. Menyegarkan.

Akan tetapi mata Pangeran yang sebelumnya tak bergerak memandang Asri-Asri di taman, kini seperti diputar secara paksa. Dipaksa oleh kesegaran yang melebihi kesegaran sebelumnya. Terpampang pengumuman terkait “FLP”, Pangeran terpikat.

Ini kunci yang aku butuhkan, mungkin ini kunci mantra itu.
Tak disangka kaki Pangeran terkilir ketika latihan perang, prajurit pun dipanggil untuk mengantarkan sang Pangeran pergi ke tempat yang telah diberitahukan di pengumuman dekat taman kampung, pergi untuk esok hari. Tempat berkumpulnya para kesatria-kesatria tangguh dari berbagai penjuru negeri.

Malam menjelang, Pangeran ingin kehadiranya besok optimal. Pergilah beliau ke sebuah tempat keramat. Tempat favorit Pangeran setiap hari, beliau semedi. Sunyi, senyap, namun sangat ramai sejatinya.

Pagi berkabar. Namun Pangeran belum juga bangkit dari semedi, prajurit pun menunggu sampai sang Pangeran selesai semedi, walaupun itu harus membuat kakinya kram. Karena itu bakti seorang prajurit kepada pimpinannya.

Akhirnya tubuh kekar nan gagah itu terang, bangkit dari semedinya. Dan perjalanan pun langsung dilakukan.

Perjalanan tak berjalan mulus begitu saja. Arak-arakan pasar tumpah mengekor hingga kemana-mana. Jalan buntu. Terpaksa harus memutar haluan, menjauhi kebuntuan-kebuntuan lainnya.

Tibalah Pangeran dan prajurit di depan gerbang tujuan. Gerbang Kerajaan FLP, begitu kiranya. Tampak megah, tampak indah. Paduan merdu yang mengharmonisasi setiap insane untuk terhanyut mengikutinya.
Memang benar apa kata isu-isu itu. Inilah kumpulan para kesatria, kesatria dari segala penjuru dengan kehebatan masing-masing. Akan tetapi. . .

Kemegahan ini masih belum memuaskan” begitu kata Pangeran.

Teka-teki mantra dalam kitabnya masih abu-abu, belum tampak secuil terang sama sekali.

Acara 'KEREN' (Bintang Aktivis FMIPA UB)

Salah satu peserta perwakilan FORKALAM

Acara asyik ini namanya. Kita telusuri dari masing-masing sudut. Kita lihat dari para peserta nampak seperti sedang membawa batu satu truk, bahasa lebay-nya sih seperti itu. Soalnya bikin ngantuk :D

Acara awal dimulai dengan sesi tanya jawab, mirip banget sama acara-acara bintang yang lainnya gitu. Contoh Miss Indonesia atau Miss Universe. Pada sesi ini para peserta tadi masih nampak seperti para pejabat kita, bahkan sangat meniru presiden kita terkait jawaban dan tata penjawabannya. FORMALIS BANGEEET. Seperti ini :
“Iya saya prihatin atas kejadian tersebut, harusnya kita bisa mencegah.” Hahaha. Mungkin seperti itulah gambarannya. Entah kenapa masih sama, entah pemerintah yang salah atau pendidikan yang salah. Mirip lingkaran setan pokoknya.

Lanjut ke posisi juri masih belum berani memberikan perlawanan yang mantap, kurang ada punchlinenya. Ini bukan punchline standup yah. Masih sesuai alur yang padahal sangat bisa dipatahkan dengan mudah. Mungkin memang rencananya seperti itu, tapi entahlah gueh cuma nonton disini. Ahaha.

Peserta mulai bercucuran keringat, banjir bro disini. Eh ternyata memang karena drainase disini yang kacau. Dan melanjut ke sesi curhat yang entah termasuk faktor penilaian juga atau tidak. Tapi sayangnya yang curhat-curhat itu belum ada yang nangis. Tapi keren bro lomba ada sesi curhatnya. Mungkin yang paham sama paragraf ini cuma yang nonton saja. Panjang bro ceritanya, dan gue males nyeritain.

Eh ternyata yang gugup bukan peserta saja bro, juri juga makin mengalir keringatnya. Entah kenapa, pengen jadi peserta juga mungkin.

Oh nampaknya MC juga ingin ikutan menjadi peserta. Setelah peserta menjawab ada sesi MC menjawab ini yang saya rasakan sekarang. Ini sumpah keren sekali MC-nya. Sangat berambisi untuk k-ikut jadi peserta. Sabar ya mbak, tahun depan masih ada kok. :D

Dan ternyata penonton pun juga gugup. Apa boleh buat, acaranya pagi yang standar gue belum sarapan, namun disini pun tak ada makanan yang dibagikan. Kasihani kami ya Tuhan T.T

Dan gue akhirnya juga gemes pengen jadi peserta juga. Peserta semua jawabannya formalis banget sih, geregetan deh akhirnya. Tanggapan gue tentang materi terakhir sebelum pemilihan tentang masing-masing peserta dan pertanyan adalah disini ada berbagai macam karkater yang berbeda. Menurut saya tidak boleh ada diskriminasi dari masing-masing karakter karena karakter itu merupakan way of life. Namun bukan berarti karakter yang berbeda tersebut menjadi pembedaan level dari masing-masing individu. Misal seperti karakter seorang pemimpin, pendiam, suka berpikir, penurut. It's just some sh*t jika itu menjadi pengotak-kotakan peran.

Apakah FORMALITAS itu penting? Ataukah memang sudah seharusnya ditinggalkan?

Tahap selanjutnya. . . yaitu pemilihan berapa besar lupa. Ahaha

Finger Print di DPR, perlukah?


Perlukah presensi menggunakan finger print bagi para wakil rakyat kita ini? Kenapa harus begitu? Apakah memang wakil kita ini suka bolos? Kenapa suka bolos? Apakah memang kurang penting? Lalu apa sebenarnya yang wakil rakyat kita kerjakan dan harus kerjakan?

Timbunan pertanyaan diatas bukan kekurang sukaan rakyat kepada wakilnya, tetapi merupakan wujud perhatian rakyat kepada para manusia yang mewakili rakyat di gedung Senayan.

Finger Print mulai digunakan tanggal 19 November 2012 saat sidang paripurna pada masa pemerintahan SBY tentunya sebelum itu menggunakan absensi biasa (tulis) dengan tingkat kehadiran (saya belum menemukan referensi yang jelas) Setelah menggunakan finger print kehadiran anggota dewan sama saja alias masih banyak yang bolos.

Tetapi kenapa solusi yang diberikan yaitu finger print? Kalau begitu, berarti wakil rakyat itu tidak tulus menjalani amanahnya sebagai wakil kita. Apalagi umbaran janji waktu pemilihan yang sebegitu menjanjikannya. Tapi kenapa sekarang lesu sekali untuk menghadirkan raga sekaligus jiwanya untuk mewakili rakyat Indonesia.

Menurut pendapat saya walaupun secanggih apapun alat presensi itu, tak ada gunanya jika masih tak bisa menghadirkan jiwa-jiwa para wakil rakyat untuk benar-benar berada pada jalannya. Karena inti kerja adalah pada hati. Jika tak ada hati pada kerja itu, maka tak ada pula keseriusan.

Maka yang terpenting adalah menggunakan hati dalam bekerja, dan budaya itu perlu ditumbuhkan di jiwa para wakil kita ini. Bagaimana? Nah itu adalah tantangan para wakil kita ini, karena saya yakin dari 560 anggota DPR, ada salah satu atau lebih yang benar-benar bekerja dengan hati.

Edi Purnama (Stoik)


Begitulah nadanya. Berbalut terang lembut purnama malam. Tak pasrah dengan gelap malam. Apalagi menggerutu, mencaci, mengecam kedinginan malam, apalagi menggigilnya kota Malang.

Begitulah kiranya. Sosok inspiratif, walaupun tak bertubuh kekar ataupun bertampang bak artis dadakan ketika pemilihan pemimpin mahasiswa di udarakan.

Begitulah sosoknya. Ketika ku pertama kali mengenalnya, atau lebih tepat pertama kali memahaminya. Sosok yang kalem –berhubung berdarah sunda– di setiap masa, meskipun itu ada bangku yang terbang. Solutif memikirkan masa depan dimanapun tempatnya. Dan yang paling terasa sosok kakak yang mengayomi setiap adik serta sahabatnya. Walaupun tak melulu menggurui. Membiarkan aku berjalan sendiri.

Namun yang sedikit membuatku bertanya-tanya adalah kenapa lulusnya masih lama juga?

Apakah memang para orang langka idaman bangsa itu seperti ini?

Apakah memang para pelopor itu juga tak butuh ijazah kampus?

Apakah memang . . . ah entahlah. Yang penting sosok ini salah satu inspirasi bagiku. Bagaimana taktis dan jelasnya merancang masa depan.

Komikus is Our Komik

Nama ini, iya nama ini, iya nama ini. . . . . Huaaa *nangis terharu*

Akhirnya nama yang bagus ada juga untuk nama blogku ini, yang kemungkinan besar akan kujaga hingga akhir hayat. Panjang ceritanya aku mendapat nama ini (komikus). Saking panjangnya mungkin langsung saja ke alasan kenapa nama ini terlahir, tapi ah gak seru kalau nama prestisius ini tak diceritakan secara detail.

Berawal dari blog standart milik kebanyakan orang, nama blogku pun juga standart seperti itu, masih menggunakan nama pribadi sebagai subdomainnya (bagi yang gak ngerti sub domain harap bersabar, karena mungkin saya akan membahasnya di lain waktu. MUNGKIN! Ahaha), yaitu muchtarprawira.blogspot.com. Setelah lumayan lama dengan nama itu, kira-kira sekitar satu tahun mulai berganti ke nama annajahu yang berarti kesuksesan dalam bahasa arab. Tak lama berselang nama itu kurubah ke bentuk awalnya karena aku merasa agak gimana ketika memakai istilah arab, kesannya harus terus terjaga kata-katanya, KESANNYA. Setelah beberapa bulan tak update blog, menjelang kuliah tahun keduaku mulai kuurus lagi blog ini dan entah sudah berapa ganti nama setelah masa itu, mungkin 5, mungkin 10. Setelah kesekian nama itu aku coba satu persatu masih tak ada kepuasan yang mendalam, ya datar-datar saja. Kemaren pun ketika aku merubah nama menjadi cak-bolang, karena aku mulai suka travelling dan nama sibolang sudah dipakai. Akan tetapi sodara-sodara nama itu masih terasa hambar dihati, ini karena aku menggunakan hati bukan harta ataupun Marta, ah entah siapa itu.

Aku klik tombol yang berkata setting, kubuka dan kutekan kata biru bernama edit. Kugubah berbagai kata indah mulai dari kata islami, motivasi, akademis, sampai yang oportunis namun gagal semuanya alias sudah dipakai semua oleh orang lain. Namun tak dinyana-nyana (bohoso opo iki) kata komikus muncul di jalan arteri otakku, KOMIKUS. . . . nama yang sangat cocok dengan hobiku, ya walaupun aku juga jarang ngambar. Namun sumpah ini aku banget, suer boi ini aku banget, sumpeh deh sumpeh sampai tumpeh-tumpeh (arrggh iklan jahanam apa lagi ini). Tapi inilah aku di masa depan, KOMIKUS or u can say KOMIK US.

Ultra Hyper Course - Anak Ilmu Komputer

Ini tentang salah satu mata kuliah yang lumayan aku pahami karena lumayan gak banyak coding. Tapi entah kenapa menjelang masa tuanya (akhir semester) mata kuliah ini menunjukkan tajinya. Dengan wajah beringas mata kuliah ini membuat kepalaku perlu menjadwalkan waktu tersendiri hanya untuk melayaninya. Memang biasanya aku tidak terlalu serius belajar. Paling juga dibarengi sama aktifitas yang lebih penting lainnya, seperti nonton film, baca komik, baca novel. Yah, karena memang menurutku nangkep ide itu lebih penting daripada ngejain soal (Ahahaha, ngawur).

Apa yang dipikirkan bapak dosen, menjelang akhir semester tugasnya mulai bejibun dan level kemudahannya mulai menurun. It's so ultra hyper difficult. Bayangkan, kerjaan satu makalah harus segera dikumpulkan dalam waktu satu hari, eh lebih tepatnya setengah hari karena mulai dari 12 siang sampai 12 malam. Bayangkan sodara-sodara, BAYANGKAAAN!

Yah walaupun begitu sebagai mahasiswa harus tetap santai, apalagi tugas bukan cuman itu saja. Masih lekat semangat mati satu tumbuh seribu, jadi tak apa-apa dong kalau aku menyisihkan tugas yang satu ini buat yang lain? gak apa-apa dong? ya kan? ya dong?

PENTING!
Jangan tiru adegan diatas jika kamu memang memilih jalan yang lurus yang di ridhoi oleh dosen. INGAT!!!

Instropeksi Diri

"Satu waktu aku merasa berat sekali menjalani 3 dunia ini, namun di waktu yang lain dengan yakin kujalani semuanya."

Yah memang pemikiran pun walau kita sudah sangat banyak referensi masih bisa juga naik turun. Itulah yang sering aku alami selama ini. Meski setiap hari buku selalu merasuki sel-sel otak, sharing, serta banyaknya pengalaman yang dihadapi, tetap jika dihadapkan dengan pilihan pasti akan kagok juga, terutama pilihan yang pertama kita lalui.

Hari itu saat banyak sekali pusat keramaian di Universitasku bernaung mengejar S1 Ilmu Komputer. Masing-masing spot menawarkan kegiatannya masing-masing, mirip saat berjalan mengitari mall yang menyajikan janji-janji super heboh. At least, mereka sangat berjuang keras untuk acara mereka. Itu yang aku suka. Aku memilih satu acara bersama salah satu adik tingkat yang cukup tinggi jika diukur kesamping. Nama acaranya ICT Day. Aku dan Pramu sudah berancang-ancang sedari awal untuk hadir di acara seminar, salah satu rangkaian acara pada rangkaian ICT Day. Dengan wajah sumringah, hati berdebar tak sabar rasanya merasakan sebuah seminar yang pematerinya dari luar. Yang aku pikir sampai saat itu.

Lift dengan tingkatan delapan kami lewati, dan langsung setelah keluar lift meja resepsionis terhidang didepan kami. Namun apa daya fakta tak selalu berbanding lurus dengan impian. Ini jam berapa men? masih aja siap-siap. Bener-bener gak professional. Ya sudahlah akhirnya kita turun lagi untuk memandang berbagai pemandangan yang entah itu asyik atau tidak dimata kami, yang penting bisa membunuh waktu yang cukup lama ini.

Anggrek putih, dahlia, pohon cemara, dan entah tumbuhan apa itu yang sedang menarik pandanganku. Cukup lama alat indera ini beradu pandang dengan sekelompok tumbuhan di depanku. Sampai kondisi itu memutarkan rekaman tentang masa-masa ketika bersama Didin, Fafan, Indah. Teman organisasiku. Ah, begini kawan ternyata yang sering mereka anggap tentang kita dulu. Sungguh memalukan, acara besar hanya terisi oleh beberapa jiwa saja. Dan malahan sekarang acara entah kapan akan dimulai. Boro-boro mulai, dibuka saja belum. Namun pengalaman itu tak mungkin kulupa, pengalaman tentang 3 kehidupan yang berjalan sekaligus. Tentang masa-masa dimana prioritas, taat, dan tepat menjadi rekan yang saling membutuhkan.

Masa dimana aku berperan sebagai seorang yang nampak sebagai ahli surga. Itu yang selalu dikatakan para pencibir. Rombongan malaikat yang sedang turun ke bumi. Entah itu hinaan atau pujian, yang penting kami masih syahdu dengan kemesraan ini, kemesraan dengan Sang Maha Pencipta. Please, jangan judge kami seperti itu, kami manusia biasa. Ada kuat ada lemah. Sebagai seorang anggota kerohanian Islam kami hanya berusaha memenuhi kewajiban 100% yang telah dicontohkan pendahulu kami.

Kehidupan kedua menjadi pacar sebuah laptop. Yap, sebagai mahasiswa Ilmu Komputer tak mungkin lepas dari yang satu ini. Yang setiap hari harus berkutat mengerjakan tugas di depan alat elektronik ini, hang out dengan berbagai media sosial yang disediakan di dunia maya, serta kerja pun masih saja tangan ini tak lepas dari yang namanya tuts-tuts canggih. Sedikit sekali waktu untuk mata ini bertemu dengan birunya langit bumi, tangan ini bercengkerama dengan halus serta kasarnya tanah. Namun kuyakin realita ini telah terjadwal sejak saya lahir, dan tinggal menjalani masa depan yang super-duper-hebat nanti.

Dan yang kubilang tadi terkait kerjaanku, dan ini menjadi sedikit hiburanku selama ini. Menggambar. Yap, walaupun masih berkutat di depan laptop, namun ada rasa tersendiri yang menghiasi otak dan dada ini selain bosan. Bahagia. Kerjaku menggambar tentang apa-apa yang menjadi permintaan dari orang yang entah tak aku kenal siapa dia dengan baik, hanya terjalin ikatan nama dan kebutuhan.
Tiga kehidupan yang lumayan menyita waktu, namun tepatnya bukan menyita, namun mengisi ceritaku yang paling tidak bisa mengisi blog ini. Ahaha. Inilah jalan hidup yang kupilih kawan, dan inilah pula jalan hidup yang ditakdirkan Allah untukku dan untuk semua makhluk yang berhubungan denganku. I hope this life can make anyone in my side be happy.

Setelah rekaman beberapa menit selesai diputar, kami lanjut kembali ke lantai atas tanpa cuap-cuap yang cukup lama, mungkin memang bukan tipeku. Hahaha, gila! akhirnya langkah kami direstui, mbak-mbak yang lumayan cantik, namun kurasa tidak cantik (eh hus, dasar jomblo gila) menyapa kami dengan senyumnya.
"Selamat pagi mas, silahkan registrasi ulang dulu".
Hah? pagi? Jam berapa ini? Namun tak baik kalau senyum itu dibalas cemberut "Pagi mbak, iya". Dan serasa otakku bekerja lebih keras dengan sendirinya, Wah apa? registrasi ulang? aku lupa boy. Kami berdua memang lupa registrasi, namun kenapa ingatnya pas saat itu, yang datang seminar lumayan banyak lagi, gak ada harapan untuk kita agar bisa menjadi pengganti dari beberapa nama di kertas itu. Dengan santai kuucap "Oh?", kami pulang karena memang tak ada kerjaan disitu. Paling tidak memori ini masih menyimpan semua kerja tubuh selama ini, sehingga masih memberikan kesempatan otak ini untuk terus introspeksi diri.

BUMI ITU DATAR BOY


Ini nampaknya perlu dijadikan headline di berbagai media mainstream, bahwa bumi itu bulat yang selama ini kita pelajari mulai dari sd sampai sekarang ini ternyata salah kaprah, BUMI ITU DATAR. Begitu ucap dari komunitas ini, yaitu komunitas yang menyebut dirinya Flat Earth Society.

Mereka menyatakan bahwa bumi itu tidak bulat seperti bola, tetapi bumi itu datar dan berbentuk cakram.  Di tengah bumi adalah kutub utara dan kutub selatan mengelilingi bumi, namun lebih mengherankannya lagi  kutub selatan atau mereka sebut tepi bumi itu dikelilingi tembok-tembok yang sangat tinggi yang dijaga oleh NASA. Para anggota NASA menjaga tepi bumi agar manusia yang melewati sana tidak jatuh dari bumi. AMAZING, dan saatnya mengeluarkan jurus ampuh “WOW”.

Mungkin setelah itu bakal ada teori bumi itu kotak dan kita hidup hanya disatu sisi bumi yang datar. Untuk sisi yang lainnya belum terdefinisi seperti apa. Ahaha

Sampah Retorika

Sampah
Retorika
Politik
Bualan

Sedang jadi pemeran utama
Sedang jadi pemegang peran
Sedang sibuk berkoar di otak
Sedang sibuk berikrar di ruang

Entah
Pasrah
Marah

Menyenandung di hati
Mendendang merdu
Menawan pikiran
Tentang apa yang disebut sampah

Hantam
Kejam

Sedang berkecamuk
Sedang mendidih
Sedang berkoar
Sedang beraksi

Iman

Jadikanku anteng ayem
Namun bukan mlempem
Dengan kalem
Menghantam problem



Tak Suka? Mari Diskusi

Kalau di pikir-pikir lagi, warga Indonesia, jawa khususnya suka sekali memendam perasaan. Sehingga tanah yang seharusnya dibuat berkebun banyak digunakan untuk mengubur perasaan-perasaan yang entah itu berguna atau tidak. Belum lagi jika perasaan itu sangat berharga jika saling dibagikan ke yang lain atau yang berhak. Bukannya dipendam dan mengganggu perkebunan.

Saya hanya bilang budaya ini tak tepat digunakan untuk mengatasi sebuah permasalahan, kalau mengubur suatu permasalahan itu tepat sekali. Tapi apakah benar permasalahan itu sudah hilang. Malah permasalahan itu bisa menjadi sebuah tumbuhan beracun yang semakin besar dan besar jika tidak segera dibabat habis secepatnya.

Masalah itu untuk diselesaikan, perasaan pula pastinya untuk dibagikan dan disalurkan. Bukan dipendam atau diam di satu sisi, namun koar-koar disisi lain. Itu musibah namanya.

3 Kondisi

Waktu menunjukkan pukul 10 malam, rombongan pun turun dari truk dengan wajah lesu masu. Mungkin sedang mengalami jet lag atau memang itu wajah aslinya. Karena belum sholat ramai-ramai mereka menyerbu musholla kecil di desa itu, walaupun kecil namun alhamdulillah masih cukup untuk menampung rombongan satu truk tadi.

Sebagian langsung wudhu dan masuk masjid untuk segera mendirikan sholat, sebagian leyeh-leyeh untuk menenangkan jet-lag nya, dan sebagian yang lain sedang bermain-main, ya namanya juga anak kecil. 30 menit pun akhirnya berlalu, dan yang leyeh-leyeh tadi pun segera menyusul ambil air wudhu. Namun petaka melanda (lebay ah), air di tempat wudhu sudah kering ternyata, tidak mengalir lagi setelah dihabiskan kloter sebelumnya. Sementara disitu masih ada sekitar 10an orang belum wudhu dan masih dengan wajah kumut-kumutnya karena jet-lag.

Salah satu orang tetap berusaha dengan air yang mengalir walaupun sedikit, dengan waktu yang cukup lama akhirnya selesai juga wudhu mereka. Secepat itupun dia segera menunaikan sholat karena waktu sudah sangat larut tersebut.

Ada juga beberapa orang yang ngomel-ngomel ditengah malam, entah apa yang diomelkan ditengah jet-lag nya itu. Hampir mirip dengan lolongan serigala tengah malam yang kita juga tak tahu apa maksutnya. Dan itu menambah psuing rombongan yang lain yang tengah istirahat dan berusaha istirahat.

Ada lagi beberapa orang yang lain sibuk wira-wiri mencari air, berusaha mencari sumber masalah kenapa airnya mati, ada juga yang mencari sumber air lain. Alhamdulillah salah satu dari mereka, berjarak sekitar 50 meter dari musholla menemukan sumber air lain. Yang lain yang sibuk dengan aktifitasnya tadi berbondong-bondong menyerbu tempat itu, termasuk orang yang dari tadi isinya ngomel terus. Setelah antri mereka akhirnya bisa berjama'ah bersama sebelum istirahat malam.

Ibu itu Indah

Ibu itu bukan profesi, bukan juga hobi.
Ibu itu bukan babu, juga bukan pesuruh.
Ibu itu bukan pula robot, ataupun barang.

Sayangi dia semaksimal bisamu.

Sederhana sekali bukan kata-kata diatas. Memang kata itu sederhana hanya sebatas 26 abjad yang saling dipadukan. Namun tindakan lebih dari sekedar kata sederhana.

Bagi yang sudah tak punya ibu, atau sekarang tidak bersama ibu kandung pasti paham arti diatas. Ibu itu bukan profesi yang seenaknya setiap disuruh ibu, atau sekedar diajak malah bilang "Itu kan tugasnya ibu". Atau bahkan kita berbaik sangka mengira ibu suka dengan kegiatannya, sehingga kita mendiamkannya "Ah gak usah dibantuin, itu hobinya ibu kok." Padahal kita disuruh nyuci piring sisa makan kita sendiri.

Ibu itu juga bukan babu kita yang enak diperintah ini itu. "Bu, minta ayam goreng ya? Bu, kok minyaknya habis? Bu, ini baju habis main bola". Enak bener kamu main perintah aja, emang kamu gaji ibumu? seberapa besar yang kamu kasih? dibanding nyawa ibumu selama 9 bulan dan waktu kelahiran besar mana?

Ibu itu juga bukan pesuruh yang membuat kita takut akan dijitak atau dijewer nantinya. Itu persepsi kita yang salah. Kalau tak ada cinta disitu tak mungkin ibu kita sebegitu khawatirnya akan kondisi darah dagingnya sendiri. Kalau tak ada cinta disitu mana mungkin ibu kita menyuruh hanya sebatas yang kita bisa? bisa saja ibu menyuruh kita minggat dari rumah yang setiap hari selalu menyusahkan, mungkin kan?

Ibu juga bukan robot serta bukan barang. Ibu itu manusia yang memiliki perasaan, cinta, kasih sayang yang membuat kita bisa sebesar sekarang. Mana ada ibu yang mau mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan nyawa yang lain, yang kemungkinan bisa menambah bebannya, jika tak ada cinta disitu. Malah sangat mungkin lagi ibu mempertaruhkan nyawanya selama merawat kita sampai sekarang? apa kamu tahu perasaan ibumu sekarang? penyakit ibumu secara detail? perasaan ibumu selama ini? seberapa banyak tetes air mata ibumu? Kalau aku belum pernah menemukannya sendiri lewat mulut ibuku sendiri. Hanya lewat bapak dan tetangga yang menyuruhku lebih peka merawat ibu.

Sekali lagi sayangi dia dengan hati, sayangi dia sampai titik dimana tidak ada sayang lagi kecuali dia. Tentunya setelah Allah dan Rosulullah yang tak perlu dibahas lagi sebagai seorang muslim. Sebelum kau tahu diakhir bahwa ibumu sangat berarti dihidupmu.

Ryuki Aiko


           Tempat duduk di tengah, dekat Albert. Itulah yang ada di pikiranku ketika memasuki ruang ujian UAS semester ini. Seperti semester-semester sebelumnya yang membuktikan kalau yang ada disebelahku itu Albert pasti akan membawa keberuntungan, entah itu dibilang keberuntungan atau strategi. Ilmu itupun yang selalu kugunakan di setiap ujian di kampus ini. Dan aku sangat beruntung mempunyai teman sepintar Albert. Selain strategi tersebut, tidak lupa tadi malam aku dan teman-teman berkoordinasi terkait alur koordinasi nanti waktu ujian. Siapa saja yang menjadi sumber, siapa yang membagikan, dan siapa yang bagian mengawasi pengawas. Semua sudah tertata rapi. Memang benar-benar kompak kelas ini. Bermain game saja kelasku selalu yang menjadi juara dalam hal kerjasama, apalagi hanya untuk UAS ini. Ah gampang lah.

Satu persatu squad kelasku hadir dan mulai menempati posisinya masing-masing. Semester ini menurut perkiraanku akan lancar seperti semester yang lalu. Sampai salah satu temanku, namanya Yudi duduk di tempat yang berdekatan dengan pengawas.
“Wah, anak ini bisa buat rencanaku gagal ini. Siapa yang bagian mengalikan perhatian pengawas kalau begini, coba?” gumamku sendiri.
“Ah biarkan saja, toh kita masih ada yang lain di posisi sana” jawab temanku menenangkan.

***

Dan soal ujian mulai dibagikan. Di menit-menit awal kami santai, dalam perhitungan kami di awal kalau pada waktu-waktu seperti ini pengawas akan memberikan perhatiannya secara penuh, dan sumber-sumber kami juga bisa dipastikan belum menemukan jawabannya. Jadi kalau kita melakukan aksi pada menit-menit awal seperti ini tidak akan berbuah hasil yang maksimal dan membuat pengawas lebih memberikan perhatiannya pada menit-menit selanjutnya. Ini bisa berabe kalau sampai terjadi, gagal total sudah segala persiapan kami.

Setelah 30 menit awal berjalan, melihat kondisi yang sudah mulai kondusif. Aku pun memberikan kode bahwa aksi boleh dimulai. Secara halus dan terkonsep sejak awal jawaban berpindah dari satu tangan ke tangan yang lain, dari bangku satu ke bangku yang lain, dan dari hp satu ke hp yang lain sampai semuanya terdistribusi secara rata kecuali Yudi yang tak pernah mau ikutan dengan cara kita mengerjakan UAS. Dia selalu menjawab sendiri, tak mau diberi contekan dan tak mau mencontek. Walaupun dia sendiri tergolong anak yang tidak terlalu pintar di kelas.

Seiring berjalannya waktu, pengawas memberitahukan bahwa waktu akan habis. Bergantian kami mengumpulkan jawaban agar bisa teracak satu sama lain. Dengan hati lega kami keluar ruangan.

***

Masuk hari kedua ujian kami mulai lebih ketat dalam strategi. Kalau dalam sepakbola ini bagaikan pertandingan derby antara Arsenal dan Chelsea yang cukup menguras keringat, karena mata kuliah ini merupakan mata kuliah yang terberat diantara mata kuliah yang lain pada semester ini. Kami mulai mengatur segalanya, mulai dari siapa yang akan menjadi sumber, sebagai cadangan siapa yang akan membawa resume masing-masing bab-nya, dan persiapan yan lainnya.

Tak berapa lama Yudi masuk dan langsung duduk di tempat yang paling depan.
“Ah, anak ini pasti mencontek juga sekarang. Orang waktu kuliah saja dia lemah di mata kuliah ini. Aku tidak yakin kalau dia seperti kemaren lagi.” Ucapku dalam hati.

Dengan cepat pengawas membagikan soal serta lembar jawab ujian. Dan sekali lagi rencana pun berjalan dengan lancar, walaupun ada sedikit masalah di tengah-tengah, namun keseluruhan bisa dikatakan lancar.

Kenapa setiap ujian tak pernah sekali saja aku tidak memikirkan Yudi. Begitu juga saat itu, rasa benciku tiba-tiba muncul.

“Ih, anak ini. Sok alim banget sih. Nyontek tidak mau, dicontekin juga tidak mau lagi. Emang dia pintar apa? Sok alim banget sih...”
Setiap ujian yang pernah kulihat sekali saja dia tidak pernah memalingkan mukanya. Atau memang dia sedang sakit leher? ejekku dalam hati. Dia selalu kukuh untuk tidak menyontek.

Seperti biasanya ujian hari itu berlalu lancar dengan berbagai strategi kami. Juga hati ini terasa lega dan puas. Karena pasti orang tua tidak akan marah, dan ada yang dibanggakan ketika IPK diatas tiga. Tidak seperti dahulu waktu SMA yang setiap tugas yang diberikan guru selalu tidak bisa dikerjakan, apalagi selalu dimarahi orang tua ketika diajari tidak ada yang masuk ke otak. Pokoknya dahulu penuh tekanan. Beda dengan sekarang yang orang tua tidak akan ikut campur urusan kuliah, yang terpenting hasil bagus.

Hari dimana hasil ujian dibagikan menjadi suatu keasyikan tersendiri bagi kami. Seperti menunggu film terbaru yang akan launching di bioskop. Tak sabar aku menunggu hasil ujian semester ini. Aku yakin semester ini seperti semester sebelumnya akan sempurna. Paling tidak sekitar tiga. Aku yakin itu.

Ketidak sabaranku membuat sel-sel ini ikut terpengaruh, sehingga dengan cepat kubuka lepi yang selalu menemaniku selama kuliah disini, walaupun hanya game dan film yang memuncaki rating tertinggi aplikasi yang sering kubuka. Jari-jari ini menari dengan cekatan bersama tuts-tuts-nya mulai dari membuka rangakaian-rangkaian kode yang kupasang dalam lepi-ku. Masuk kedalam desktop yang berisi shortcut-shortcut game serta beberapa copy-an materi kuliah. Kuarahkan kursor ke browser dan langsung kubuka situs dimana nilai-nilaiku terekam.

Senyum lebar mengembang dari bibirku, menggambarkan kumpulan nilaiku yang sangat indah. A, B, B+ menghiasi sebagian besar hasil kuliahku untuk kesekian kalinya.

Seketika itu aku teringat temanku yang sok alim itu, Yudi. Walaupun ada rasa benci di hati dengan sikapnya yang sok itu, namun dia juga tetap kuanggap teman.

“Bagaimana ya nilainya?Dia kan tidak pernah nyontek di kelas. Kalau sampai bisa bagus sepertiku ini, wah kurang ajar anak ini. ”

Aku sedikit ragu dan kasian dengan nasibnya nanti. Yudi sebernarnya anak yang baik, namun dengan keangkuhannya itu menjadikannya banyak dibenci teman sekelas.

***

Keesokan harinya aku pergi kekampus, walaupun tidak ada kuliah tapi aku ingin melihat bagaimana nasib teman-temanku. Sesampai di kampus langsung kutemui papan pengumuman di jurusanku. Dan pandanganku langsung mengarah pada daftar nilai mahasiswa-mahasiswa matematika 2010. Satu persatu kawan karibku tak lepas dari pengamatan.

“Ah, dasar kurang ajar kau Dib. Padahal kau kemaren banyak diamnya, tapi nilaimu bisa melebihi aku. Pakai dukun mana kau? Hahaha.”

            Sedikit sebal aku dengan Adib yang mempunyai nilai diatasku, padahal dia itu kalau dibandingkan denganku masih pintaran aku.

        Searah dengan jari-jariku mengurutkan nama-nama di papan pengumuman. Kutemukan nama yang tak asing lagi. Dan kuurutkan dengan nilai-nilanya.
            “B, C, D, C, C”
            Nilai-nilai yang kelas low-end tersebut yang terpampang di papan pengumuman. Dengan sedikit angkuhnya aku menghinanya.

            “Dasar sok alim, rasain tuh nilai-nilaimu.”

            Tiba-tiba Si Yudi menepuk dari belakang. Dan dengan santainya menanyakan nilainya kepadaku. Dengan berlagak friendly dia menanyakan itu dengan merangkul pundakku.

“Wah nilaiku pas-pasan lagi ya? Hahaha. Tapi tak apa-apalah yang penting masih sesuai syarat.”

            Dalam hatiku santai sekali anak ini, tidak ada beban sama sekali. Hasil yang seperti tadi dianggap seperti angin lalu, seperti tidak ada apa-apa yang terjadi. Karena penasaran kuselidiki keseharian Yudi dengan sembunyi-sembunyi.

            Mulai dari teman dekatnya satu persatu aku tanyain bagaimana keadaannya saat bersama mereka. Apakah dia anak yang pintar atau bagaimana kesehariannya bisa sampai sesantai itu dengan nilainya? Mereka pun hanya menjawab biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa dari Yudi.

            Kurang puas, kukunjungi rumahnya. Namun hanya bisa kutemui orang tuanya. Kutanyakan pertanyaan yang sama kepada ibunya Yudi. Dan jawabannya pun juga masih memuaskan hatiku.

            “Yudi itu dik, anak yang pendiem. Dan kerjaannya itu banyak didalam kamar.”

            Sumber-sumber yang lain pun juga aku tanya satu persatu. Dan hasilnya sama saja, Dia sama seperti mahasiswa biasa yang lainnya. Tidak ada yang istimewa dari Yudi.

            Karena sangat penasarannya di lain hari kukunjungi Yudi di rumahnya yang kebetulan hari itu hari libur. Ibunya yang sebelumnya pernah bertemu denganku mempersilahkanku masuk dan menyuruh agar langsung menemui Yudi di kamarnya.

            “Eh Mar” 

            Yudi terlihat kaget dengan kedatanganku. Sepertinya aku mengganggu keasyikan dalam menulis. Apakah dia menulis cerita, tugas, atau yang lain aku takterlalu memperhatikannya. 

            “Iya Yud, aku tadi lewat sini. Jadi mampir saja, tidak apa-apa kan?”
            “Eh, aku cuma kaget saja. Silahkan...silahkan... Aku buatkan minum dulu ya?”
            “Tidak usah repot-repot Yud, cuma sebentar kok sepertinya.”
            “Beneran tidak mau? sudah kamu istirahat dulu saja. Cuma sebentar kok.”
            “Hehehe, oke deh.”

            Ketika Yudi pergi, kuperhatikan sekeliling kamarnya. Biasa kebiasaan seseorang kalau melihat sesuatu yang baru, pasti ingin tahu. Begitu juga denganku, mulai tempat belajar, kasur, almari, dan berbagai sisi kamar kuperhatikan satu persatu. Lumayan juga anak ini, kamarnya rapi untuk ukuran kamar cowok. Namun dari semua sisi kamar ada satu sisi yang membuatku bertanya-tanya. Ada kumpulan buku yang banyak sekali dan kesemuanya tertulis nama “Ryuki Aiko”. Siapakah nama itu sampai dia mengoleksinya segitu banyaknya. Padahal nama itu nama yang kurang terkenal.

            Sangat penasarannya diri ini membuatku membaca buku-buku itu. Ini novel? Kok sampai sebanyak ini ya? Novel dari manakah ini? Apakah terjemahan dari Jepang atau asli Indonesia? Semua pertanyaan itu langsung muncul di otakku.

            Waktu Yudi datang kutanyakan perihal novel tersebut kepadanya. Jawabannya sangat singkat. Iya itu koleksiku sejak lama. Ketika kutanyakan ke orang tuanya pun, mereka juga tidak tahu. Mungkin koleksinya dik, kan Dia sering baca novel begitu.

            Setelah obrolan yang lama bersama Yudi aku pun pamit pulang. Sesampai di rumah langsung kucari semua informasi tentang novel itu dan nama Ryuki Aiko. Dan ada salah satu artikel yang mengulang penulis novel itu dan kutemukan fakta bahwa...
            “RYUKI AIKO =  YUDI PRIMAHENDRA”


 

Copyright © Mahya. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com