Kumpulan Status FB #2

Katanya Islam itu membatasi gerak manusia. Ya memang membatasi. Air jika tak mempunyai batas atau wadah akan meluber kemana-mana dan akhirnya tak berguna atau bahkan menyulitkan pada hal lain. Pada level yang besar? Laut? sampai sekarang alhamdulillah masih terbatasi dengan adanya gravitasi, sehingga tak meluber kemanapun, dan memberikan banyak manfaat.

Menjadi bagian dari hidupmu adalah sebuah kebahagiaan bagiku

Menikah bukan sembarang seberapa cepat mendapat pasangan lalu menimang anak cucu, bukan pula sekedar meredam nafsu yang sudah diujung tanduk. Tapi bagaimana akad itu menjadi janji dan saksi bahwa islam kedepannya akan lebih terlihat jelas keindahannya.

Tak usah suka mengumbar janji. Janji pada siapapun, janji apapun. Jalani saja, dan biarkan janji itu ada di hati, tak lebih.

Ada hal2 yang memang tak perlu dijelaskan, pun tak perlu mencari penjelasan. Semua akan datang pada waktunya. 

Kumpulan Status FB #1

Ku bahagia tanpa sayap tanpa gemerlap. Tertunduk kerdil penuh harap. Mengharap hingga bintang hinggap. Tanpa tahu kapan itu akan melengkap. Namun aku tahu itu sedap. (3 Januari 2013)

Hujan sore turun, mencumbui tanah lapar, menyalami daun haus. Memang tak akan pernah terlupa kasih kekasih ini. Namun disetiap pertemuan kekasih ini pastilah terawali gelap angkasa, menandakan hujan kan datang. Maka dari itu. . .
“Gek entasono memeanmu, selak kudanan.” XD (2 Januari 2013)

Sungguh biru album itu, penuh dengan bisu dan kelu, namun tak sekalipun mengetuk pintu. Mungkin itu hantu ibu, hantu yang membawa kenangan masa silam, membawa sejumput rindu yang tak bisa berpadu. Selaksa rindu penuh haru.
Sungguh ibu, rinduku akan berpadu. Menyingsih pilu meluapkan syahdu. Di hari itu, aku akan datang menuntaskan rindu yang tak pernah menyatu. Ibu. (31 Desember 2012)

Mihrab membiru, dingin, sepi. Lama tak bersanding hangat tetes tiap butirnya. Kini masih dingin membeku, juga membisu. (27 Desember 2012)

Aku yakin akan resahku
Aku pasti dalam bingungku
ialah resapan-resapan air
tak tahu apa isinya
Suatu hari nanti
suatu saat nanti
Kokoh, penuh rimbun
Peneduh keramaian
Benteng keributan.
Penyatu.
Namun masih menunggu
Belum sadar.
Tapi yakin. (27 Desember 2012)

Perut itu, tak pernah mengutuk Tuhan. Dia hanya bertanya itukah takdirnya? Menjadi tak serasi dengan tubuhnya. (25 Desember 2012)

“Saya suka Qur’an.”
“Really?”
“Ya, karena saya juga suka sama yang megang Qur’an.”
“Plaaaak!!!” (21 Desember 2012)

Perempuan itu. Anggun bermahkotakan jilbab. Sejuk dalam kilatan pandang. Senyumnya tak ada yang mengganggu. Ini ukuran. Sesat. Cacat. Jilbabnya penuh ulat, penuh maksiat. Ulat mempunyai sarang sekarang, jilbab. Jilbab. Habis, habis tergerogoti. (13 Desember 2012)

Tangan yang mungil berbanding baktinya. Badan yang ringkih menopang harinya. Mata yang sayup-sayup, menjadi saksi matahari rembulan. Peri kecilku, peri kecil raga mungil, namun emas. (13 Desember 2012)

Tangis. aku sekarang lupa tentang gelap, tentang desir manis tanpa tanding. Terang merajai, menguasai singgasana. Tekat. Besok, kukutuk raja itu jika masih terang. Besok. Lusa. Lusa kembali. Gelap harus merajai, menguasai singgasana, mengakar. (13 Desember 2012)

Tengadah, diam, terbang. Setiap sepoinya membawa entah kemana. Keringnya bibir menandaimu kokoh disana, tak bergeming. Mulai kau angkat tipis bibirmu, manis. Terangkat pula hatimu, terbang. Hingga ujung saling menakdirkan, desir tak terbantahkan lagi, kali ini nyata. Bersama kau rekam selaksa memori di hamparan luas itu, Tokyo.
Tokyo Tower, suatu hari nanti.(13 Desember 2012)

Kampung damai, kampung damai
bayangmu bagai permadani permai
menyelinap di setiap sepi ramai
oh kampung damai, kampung damai
ingin segera kusemai
cinta yang telah lama menggunung mamai. (7 Desember 2012)

Debat, saling babat, tak peduli tempat, yang penting mantap, kalau perlu saling bekap, buka semua supaya tersingkap, membabat dengan lahap, sampai ada yang terjerembap.
Oh debat. (6 Desember 2012)

Ah terkadang putih itu menjadi golongan utama, tak perlu terpesona cantik wajah pink, semangat membara merah, ataupun kalem hijau.Karena dia tak melihat ruh warna yang membentuk pelangi, hanya sesosok warna monoton, yang memang tak perlu di tonton.
Sehingga cukuplah dia dengan putihnya memberi kesucian setiap insan, putihnya menjadi pembersih supaya jernih.
#golput (6 Desember 2012)

Umi, ingin aku memanggilnya sekali dengan nada merdu itu. Namun naskah menuliskannya dengan nada kesahajaan itu ibu, dan aku bahagia.
Umi tercinta, ibu terkasih. (5 Desember 2012)

#FiksiBianglala - Kenangan Terakhir

Sumber: timlo.net
Kereta ini berjalan lamban membawa suasana muram. Bukan karena hujan yang selalu menyendu, tapi semua karena dirimu.

Setelah melewati satu putaran aku tetap terduduk di pojok belakang, sambil mengulurkan uang kembali ke petugas. Satu putaran lagi. Memang singkat kereta merah ini berjalan, sebatas seputaran alun-alun. Membawa beberapa anak kecil bersama orang tua di kanan atau kirinya. Selalu ada anak kecil yang melambai keluar, melambai ke setiap yang ditemui di jalan. Bahkan jika angin berwujud, mungkin akan disapa juga. Mirip seperti aku dulu yang katamu sungguh memalukan, sampai kau tak anggap aku teman dimata orang-orang kala itu.

Dan sekarang aku menepati janji kita sekali lagi.

Malam beserta rintik ritmis gerimis membawa pergi suara kereta mini yang pekak, menghamburkannya bersama lesir angin yang lembut, melebur menjadi sebentuk obat kerinduan. Menyapu pipiku... Ah iya inilah obat rindu itu.

Aku ingat betul saat kau tersengal-sengal, tergeletak di pangkuanku, tak kuat menahan sesak kereta, asmamu kambuh. Dan tepat di kursi sampingku -yang sekarang diisi adik mungil yang sedang tertidur layu di gendongan ibunya- ini kau terkulai, membuat panik seluruh manusia sekereta. Aku panik juga, menggendongmu pulang, membelah kerumunan pengunjung. Ibumu tegang. Tapi untung obat asmamu masih di lemari yang rendah itu. Mempermudahku mengambilnya.

"Setiap tahun ketika hari terakhir pasar malam, jangan lupa kita harus melihat kembang api dari kereta tadi. Di tempat duduk tadi. Aku tak mau kenangan terakhir di tempat itu jadi kenangan yang buruk."
Begitu kan katamu? Ya sejak itu, setiap tahun, aku selalu menepati janji itu. Di sini, kereta yang ingin kau hapus kenangan buruknya dengan kembang api tengah malam. Dan ini janjiku, yang akan selalu kutepati sampai mati jadi ujungnya. Meski kau tak hadir hari ini lagi.

Kutahu kau tak mungkin hadir. Tapi aku ingin membuatmu hadir di sini. Memang seperti memaksa, tapi inilah sebentuk usahaku. Membantumu, sehingga kenangan yang kau bawa itu bukanlah kenangan terakhir. Tapi lihatlah kembang api tengah malam ini, indah sekali bukan? berlatar rembulan menguning. Apakah kau melihatnya di sana?

Selamat istirahat sahabatku... Semoga kau damai bersama doaku disetiap tahun diatas kereta ini.


 

Copyright © Mahya. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com