Semua Pantas Bahagia


Kemaren sekitar seminggu yang lalu aku datang di acara rutin FLP Malang (bedah karya plus jualan) dengan suasana banjir, eh maksud aku suram, yang banjir di Jakarta. Apalagi belum tidur dari kemarennya, yaitu sabtu. Nah tak jelasin dulu ya aku gak tidur itu hari sabtu dari jam empat pagi sampek empat lagi, jam empat setelahnya itu hari apa coba? Minggu? pinteerr... LOL.


Sebentar-sebentar kita akan serius karena ini akan membahas hal yang serius terkait masa depan hidup *benerin sarung*. Sebelumnya sudah janji mau ketemu Pak Dian buat #sefting dan buku buat jualan tak bawa jadi ya terpaksa datang deh, kasian ya aku? hahaha. Dan gak jadi sharing materi. :p Oke kita langsung saja daripada kalian ngamuk dan ngelemparin aku lewat layar yang notabene ngerusak layar kalian sendiri.

Dimulai dari latar belakang atau kondisi sebelum #sefting yang amburadul. Dimulai dari tugas yang tak kunjung selesai padahal deadline semua tugas tinggal 3 hari sampai seminggu. Tidur semakin jarang yang bukan gegara tugas. Banyak waktu terbuang karena tidur, itu sih udah keseringan. LOL.

#1
Oke sekarang kita masuk ke step #sefting. Pertama mari kita bertemu dengan masalah. Kita telusuri jalan sampai bertemu alamat masalah itu sedang berada. Misal aku kemaren kenapa serasa malas ngapa-ngapain, serasa penuh di otak. Sampai seminggu itu aku selalu marah sama orang yang bicara sama aku, entah siapapun itu. Pun aku malas bicara sama orang lain, sedeket apapun dia. Dan ternyata salah satu penyebabnya karena sebel dengan temen kelompok yang gak tanggung jawab. Ceritanya kita ada tugas kelompok, tapi dia gak ada kerja sama sekali. Bagian dia pun hanya copy paste dari internet. Dan yang lebih parahnya lagi dia ngejar-ngejar apa tugas kelompoknya udah selesai? How terrible he is. :|

#2
Ketemu kan alamat si masalah? Sekarang kita fikirkan kembali apakah itu benar masalah? atau fikiran kita saja yang bermasalah? atau bahkan itu sudah menjadi salah satu sikap kita? Kalau memang benar masalah. Mari kita akui bahwa itu masalah kita, bahwa kita juga punya masalah. Bukan superior. Dan hal ini biasanya yang sulit. Jujur bahwa kita juga lemah, punya permasalahan, dan tak bisa sendirian menghadapinya.

#3
Langkah ketiga adalah fase merubah mindset. Kalau aku di masalah di atas cukup pada fikiran saja yang bermasalah. Apakah kita bisa maksa si 'pembuat masalah' tadi menjadi orang yang rajin, yang aktif mengerjakan bagiannya di kelompok? Tak bisa! yang bisa dirubah hanyalah diri kita sendiri. Apakah jika kita mengerjakan tugas itu sendirian menguntungkan dia merugikan kita? Yang pasti dia tak akan mendapat pengalaman belajar yang sangat berharga, dan pastinya kita akan lebih kuat lagi karena mengerjakan tugas lebih banyak yang berarti berlatih lebih banyak.

Waktu itu Pak Dian suruh aku bayangin peristiwa di mana aku mengerjakan tugas yang hasilnya sangat memuaskan. Aku ingat-ingat dan aku rasakan kembali bagaimana perasaan saat itu. Amazing! Sambil terus membayangkan Pak Dian menekan bahuku dengan ujung jari-jarinya yang dibentuk seperti ketika makan nasi sesendok pakai tangan. Ditekan keras oleh Pak Dian sampai aku bisa merasakan ada sesuatu di sudut bawah belakang kanan otakku. Semacam ada yang masuk dan rasanya seperti ketika mendapat ilmu baru yang berharga bagi kita. Diulang terus menerus sampai perasaan itu terlihat nyata. Waktu itu perasaanku sudah sedikit lega. Semacam rumput taman yang tinggi dipangkas satu-satu. Lengang dan lega.

Oya sebelumnya dijabarkan dulu masalahnya apa saja secara terperinci, tapi cukup di hati dan fikiran saja. Misal aku punya masalah di tugas kampus. Ada lima mata kuliah yang harus di selesaikan. Di buat prioritas lalu dibayangkan proses pengerjaannya di kepala satu persatu sambil diterapi seperti tadi, yang hasilnya aku tahu apa yang aku lakukan pada tugas itu secara detail. A B C D E... 1..2..3..4 langkah yang sudah ada dikepala secara rinci siap kukerjakan sendiri. Dan... aku siap mengerjakan tugas.

Untuk level sepertiku mungkin cukup seperti itu. Ada pula yang lebih mendalam terapinya dan suasananya emm... "nangis-haru-mencekam-marah-undefined".

Judulnya dari tadi belum disentuh ya? Hahaha. Maka berbahagialah dengan tulisanku yang tak tentu arah ini. LOL

Karya yang Menyejukkan

Barusan baca chirpstory dari temen. Keren gitu note-nya. Pas baca itu serasa ada bintik-bintik di dada yang dicabut. Adeemm... :) Ini linknya "MENJADI #JULIA (JOMBLO MULIA)". Kalau yang udah nikah sih paling cuma senyum-senyum aja. Tapi bagi penulis seperti aku yang terlalu mendalami perasaan, (Eciee penulis. Wkwkwk) hal di atas sungguh menyejukkan hati.

Selepas baca note Mas Ajo, aku jadi terinspirasi, atau lebih tepatnya menemukan jati diriku. Menulis sesuatu yang mencerahkan itu lebih nikmat dan menentramkan. Kenapa aku bilang seperti ini? Karena sebelumnya cerpen maupun puisi buatanku pasti berkutik ke hal kesedihan yang menyayat. Sampai-sampai aku sendiri malas untuk membacanya terus menerus. Wuahaha

Okelah mari kita coba mempraktekkannya. Sekarang kucoba mencoba berkelakar seperti biasanya.

Kau tahu bagaimana malam menemaniku? Dia putarkan lagu senyap kerinduan di setiap rerumputan, dia gambarkan wajahmu menjelma terang rembulan, dia belaikan tubuhku dengan semilir kedinginan.
Hmm hmm hmm... sakit gak sih ngerasainnya? Terutama buat pasangan LDR. #nyess. Dan sebagai pembanding...
Beribu mata rerumputan menemaniku mengeja malam. Tak adanya kau bukan tercerabutnya selaksa hatiku. Namun tumbuhnya kekuatanku dalam kemandirian. Dia hidangkan bulir-bulir Illahi pelipur lara. Disajikan bersama malaikat tengah malam, membuat rinduku padamu tak semenyakitkan adanya. Hatiku melembut susu bersama setiap detikku... membersihkannya.
Bagaimana? sama aja ya? wkwkwk. Namanya lagi belajar beralih membuat sesuatu yang menyejukkan. Paling tidak sudah mencoba. Dan nanti pasti benar-benar menyejukkan, walaupun bukan hari ini atau bulan depan. :)


 

Copyright © Mahya. All rights reserved. Template by CB Blogger & Templateism.com