Kekata dari hati #Cinta
Cinta
Ketika kekata itu hadir, garam akan semakin terbuang. Apalagi gula, akan hilang dari peradaban.
Ya... hadirnya cinta pasti selalu membawa garam dan gula dalam wujud tersendiri, beda... benar-benar beda. Sehingga setiap makanan pasti terasa gurih lezat, setiap minum serasa manis cantik, dan tak perlu lagi kita menambahnya dengan garam dapur atau gula buatan pabrik. Cukup makanan itu, kemudian kita tambahi dengan cinta. Cukup, cukup itu saja.
YANG LAMPAU. ketika lalapan ayam serta bakso masih berupa imajinasi tak terangkum, seorang pemuda sedang berlomba dengan keringat, dengan panas matahari di ladang luas. Lalu seorang pemudi menghampiri dengan satu keranjang nasi, tahu tempe, sambel terasi, lengkap namun tak penuh. Cukup seisi sepertiga perut masing-masing. Duduk bersanding, berbagi bekal yang tak seberapa. Senyum tawa terpampang jelas di wajah keduanya, di tangannya, keringatnya, badannya, keseluruhan auranya. Ya... mereka suami istri muda dengan bumbu cinta.
TERASA. Terlihat kekata itu mulai hadir, itu lewat kamu yang tak tahu diri masuk ke fikiranku. Sekelebat saja... tak lama. Tapi kau rubah arusnya tak menjadi tenang lagi, berombak namun menyegarkan. Seakan aku ini penguasa laut biru, seperti nenek moyangku.
SETELAH ITU. Aku tak tahu sikapku selanjutnya, tak tahu pula sikapmu seperti apa. Cukup saja, iya... cukup doa yang terlantun, dan lagi-lagi biarkan 'waktu' yang akan menjawab. Bukan pengecut, namun aku masih ragu ini nafsu atau kekata yang indah itu?
Ketika kekata itu hadir, garam akan semakin terbuang. Apalagi gula, akan hilang dari peradaban.
Ya... hadirnya cinta pasti selalu membawa garam dan gula dalam wujud tersendiri, beda... benar-benar beda. Sehingga setiap makanan pasti terasa gurih lezat, setiap minum serasa manis cantik, dan tak perlu lagi kita menambahnya dengan garam dapur atau gula buatan pabrik. Cukup makanan itu, kemudian kita tambahi dengan cinta. Cukup, cukup itu saja.
YANG LAMPAU. ketika lalapan ayam serta bakso masih berupa imajinasi tak terangkum, seorang pemuda sedang berlomba dengan keringat, dengan panas matahari di ladang luas. Lalu seorang pemudi menghampiri dengan satu keranjang nasi, tahu tempe, sambel terasi, lengkap namun tak penuh. Cukup seisi sepertiga perut masing-masing. Duduk bersanding, berbagi bekal yang tak seberapa. Senyum tawa terpampang jelas di wajah keduanya, di tangannya, keringatnya, badannya, keseluruhan auranya. Ya... mereka suami istri muda dengan bumbu cinta.
TERASA. Terlihat kekata itu mulai hadir, itu lewat kamu yang tak tahu diri masuk ke fikiranku. Sekelebat saja... tak lama. Tapi kau rubah arusnya tak menjadi tenang lagi, berombak namun menyegarkan. Seakan aku ini penguasa laut biru, seperti nenek moyangku.
SETELAH ITU. Aku tak tahu sikapku selanjutnya, tak tahu pula sikapmu seperti apa. Cukup saja, iya... cukup doa yang terlantun, dan lagi-lagi biarkan 'waktu' yang akan menjawab. Bukan pengecut, namun aku masih ragu ini nafsu atau kekata yang indah itu?