Perlukah presensi menggunakan finger print bagi para wakil
rakyat kita ini? Kenapa harus begitu? Apakah memang wakil kita ini suka bolos?
Kenapa suka bolos? Apakah memang kurang penting? Lalu apa sebenarnya yang wakil
rakyat kita kerjakan dan harus kerjakan?
Timbunan pertanyaan diatas bukan kekurang sukaan rakyat
kepada wakilnya, tetapi merupakan wujud perhatian rakyat kepada para manusia
yang mewakili rakyat di gedung Senayan.
Finger Print mulai digunakan tanggal 19 November 2012 saat sidang paripurna pada masa pemerintahan SBY tentunya sebelum itu menggunakan absensi biasa (tulis) dengan tingkat kehadiran (saya belum menemukan referensi yang jelas) Setelah menggunakan finger
print kehadiran anggota dewan sama saja alias masih banyak yang bolos.
Tetapi kenapa solusi yang diberikan yaitu finger print?
Kalau begitu, berarti wakil rakyat itu tidak tulus menjalani amanahnya sebagai
wakil kita. Apalagi umbaran janji waktu pemilihan yang sebegitu menjanjikannya.
Tapi kenapa sekarang lesu sekali untuk menghadirkan raga sekaligus jiwanya
untuk mewakili rakyat Indonesia.
Menurut pendapat saya walaupun secanggih apapun alat
presensi itu, tak ada gunanya jika masih tak bisa menghadirkan jiwa-jiwa para
wakil rakyat untuk benar-benar berada pada jalannya. Karena inti kerja adalah
pada hati. Jika tak ada hati pada kerja itu, maka tak ada pula keseriusan.
Maka yang terpenting adalah menggunakan hati dalam bekerja,
dan budaya itu perlu ditumbuhkan di jiwa para wakil kita ini. Bagaimana? Nah
itu adalah tantangan para wakil kita ini, karena saya yakin dari 560 anggota
DPR, ada salah satu atau lebih yang benar-benar bekerja dengan hati.
0 comments:
Post a Comment