“Kitab ini akan kujaga, baik fisik maupun batin”
Kerajaan Komikus, dimana wayang dan dongeng menjadi pokok
utama. Pokok dalam setiap sendi kehidupan. Tentang ideology, tentang semangat,
tentang budi luhur, tentang bakti semua terdefinisi dalam dua hal tersebut.
Wayang dan dongeng.
Terletak di kerajaan tersebut seorang Pangeran terlahir
kembali setelah pertapaannya yang cukup lama. Mempunyai sebuah misi. Misi yang
tertulis dalam kitab suci, selebar daun kelor, setebal itu pula. Kitab suci
yang berisi tuntunan hidup. Tuntunan yang hanya dirinya yang bisa membacanya.
Di dalam kitab tersebut tercantum salah satu mantra yang
bernama “FLP”. Entah kenapa mantra itu begitu memukau, begitu menggiurkan mata Pangeran.
Sehingga salah satu misi Pangeran ini adalah mewujudkan janji yang telah
ditunjukkan kitab itu.
Namun jalan untuk memecahkan teka-teki mantra tersebut belum
ada satupun yang manjur. Putus asa, Pangeran berjalan menyisir perkampungan,
melihat indahnya taman yang masih asri, sekaligus melihat Asri-Asri yang ada di
taman. Menyegarkan.
Akan tetapi mata Pangeran yang sebelumnya tak bergerak
memandang Asri-Asri di taman, kini seperti diputar secara paksa. Dipaksa oleh
kesegaran yang melebihi kesegaran sebelumnya. Terpampang pengumuman terkait “FLP”,
Pangeran terpikat.
“Ini kunci yang aku
butuhkan, mungkin ini kunci mantra itu.”
Tak disangka kaki Pangeran terkilir ketika latihan perang, prajurit
pun dipanggil untuk mengantarkan sang Pangeran pergi ke tempat yang telah
diberitahukan di pengumuman dekat taman kampung, pergi untuk esok hari. Tempat
berkumpulnya para kesatria-kesatria tangguh dari berbagai penjuru negeri.
Malam menjelang, Pangeran ingin kehadiranya besok optimal.
Pergilah beliau ke sebuah tempat keramat. Tempat favorit Pangeran setiap hari,
beliau semedi. Sunyi, senyap, namun sangat ramai sejatinya.
Pagi berkabar. Namun Pangeran belum juga bangkit dari semedi,
prajurit pun menunggu sampai sang Pangeran selesai semedi, walaupun itu harus
membuat kakinya kram. Karena itu bakti seorang prajurit kepada pimpinannya.
Akhirnya tubuh kekar nan gagah itu terang, bangkit dari
semedinya. Dan perjalanan pun langsung dilakukan.
Perjalanan tak berjalan mulus begitu saja. Arak-arakan pasar
tumpah mengekor hingga kemana-mana. Jalan buntu. Terpaksa harus memutar haluan,
menjauhi kebuntuan-kebuntuan lainnya.
Tibalah Pangeran dan prajurit di depan gerbang tujuan.
Gerbang Kerajaan FLP, begitu kiranya. Tampak megah, tampak indah. Paduan merdu
yang mengharmonisasi setiap insane untuk terhanyut mengikutinya.
Memang benar apa kata isu-isu itu. Inilah kumpulan para
kesatria, kesatria dari segala penjuru dengan kehebatan masing-masing. Akan
tetapi. . .
“Kemegahan ini masih
belum memuaskan” begitu kata Pangeran.
Teka-teki mantra dalam kitabnya masih abu-abu, belum tampak
secuil terang sama sekali.
0 comments:
Post a Comment